Selasa, 04 April 2017

Penolakan Pembangunan Pabrik Semen oleh Warga Rembang



TUGAS SOFTSKILL BAHASA INDONESIA
KELOMPOK II


Disusun Oleh :
Arip Hidayat
Dimas Wilayuda Putra
Dyah Achwatiningrum
Eriek Pratama
Faristia Nahdlatul I
Haykal Achmad Sufian Hutama
Hilman Hidayatullah
Dosen Pembimbing :
Dr. Ina Heliany, S.H., M.H.


FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
SISTEM KOMPUTER
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2016 / 2017


Penolakan Pembangunan Pabrik Semen oleh Warga Rembang

A.    Pendahuluan
Investasi pabrik semen di Indonesia selalu mengalami banyak kendala. Antara lain sulitnya mencari lahan penggalian disebabkan batu kapur yang menjadi bahan baku utama semen berada di dalam zona ekonomi sekaligus konservasi karena berada di kawasan karst. Selain itu, kendala juga terjadi pada saat perizinan yang rumit baik kepada pemerintah maupun kepada warga setempat.
Pada tahun 2008, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk berencana melakukan ekspansi dengan melakukan pembangunan pabrik baru di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Namun, warga melakukan penolakan keras sehingga proyek tersebut tidak bisa dilanjutkan. Kemudian perseroan itu mengubah wilayah proyek tersebut ke Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Namun lagi-lagi warga menolak proyek tersebut.
Lebih lanjut, mengutip pemberitaan okezone.com (2011), rencana pembangunan pabrik tersebut gagal karena mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Pembangunan pabrik semen di dua kabupaten Jawa Tengah (Rembang dan Pati) dengan investasi sekitar Rp 10 triliyun, tidak semulus rencana. Di Pati, didemo habis-habisan oleh warga dengan didukung sejumlah LSM, sehingga proyek tersebut tidak bisa dilanjutkan.
Hal ini dikarenakan secara keseluruhan sumber daya alam di wilayah Pati telah memberikan manfaat terhadap 91.688 jiwa penduduk di kecamatan Sukolilo, dan 73.051 penduduk 3 kecamatan Kayen. Sekitar 15.873 ha sawah di sana dialiri air dari pegunungan yang akan dieksplorasi pihak PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Berbagai macam kelompok massa bergerak. Mulai dari warga, LSM, hingga mahasiswa, bahu membahu menolak pendirian pabrik semen tersebut.
Kemudian Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen dan mengizinkan pembangunan pabrik semen milik PT Semen Gresik yang kemudian berubah nama menjadi PT Semen Indonesia.
Dilansir republika.co.id (2013), Direktur Utama Semen Indonesia, Dwi Soetjipto, menuturkan proses pengadaan lahan 200 hektare di Rembang dengan kemampuan tambang setara deposit 30 tahun sudah diselesaikan. Konstruksi pabrik akan dimulai pada kuartal pertama 2013 sampai kuartal pertama 2016.
          
B.     Permasalahan
Tanggal 16 Juni 2014, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menggelar kegiatan peletakan batu pertama untuk mendirikan pabrik semen di Rembang. Hal ini menimbulkan insiden, yakni sejumlah warga menggelar aksi demo, terlibat bentrok dengan aparat kepolisian dan tentara. Warga dihadang barikade polisi, saat mencoba mendekat ke lokasi peletakan batu pertama. Sejumlah peserta aksi jatuh pingsan, sedangkan lainnya berteriak histeris (murianews.com, 2014).
Awal September 2014, mengutip metrotvnews.com (2014), masyarakat bersama Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) mengajukan gugatan terhadap Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 668.1/17 Tahun 2012 tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Mereka meminta agar surat yang dikeluarkan pada masa Gubernur Bibit Waluyo itu dibatalkan.
Tahun 2015, Gugatan tersebut kandas. Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyatakan, gugatan tidak dapat diterima karena telah melebih batas waktu yang ada atau kedaluarsa. (kompas.com, 2015)
Dikutip dari kompas.com (2016), Warga Kabupaten Rembang, Jawa Tengah bersama dengan Wahana lingkungan hidup Indonesia mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas kasus izin lingkungan PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.
Selain itu, sembilan perempuan dari tiga kota di Jawa Tengah mengecor kaki mereka dengan semen, di depan Istana Merdeka, Jakarta, untuk memprotes pembangunan pabrik semen tersebut. (bbc.com, 2016)


C.    Pembahasan
Pemprov Jawa Tengah akhirnya menerbitkan izin lingkungan untuk PT Semen Indonesia yang mendirikan pabrik di Kabupaten Rembang. Pendirian pabrik itu sendiri menjalani proses panjang yang berliku karena ditentang oleh masyarakat.
Aksi demo menentang pendirian pabrik mulai terjadi sejak 2014. Selain masyarakat yang menentang, ada juga masyarakat yang mendukung pendirian pabrik.
Sejak saat itu, hiruk pikuk penolakan terus bergulir hingga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia. Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur No 660.1/4 Tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017 tentang Pencabutan Keputusan Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Gubernur Ganjar menyatakan batal dan tidak berlaku, Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012 sebagaimana telah diubah oleh Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30/2016 Tahun 2016 tanggal 9 November 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.
Gubernur juga memerintahkan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menyempurnakan dokumen adendum amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dan Revisi Rencana pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL). Hal itu didasari putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016.
Kamis (23/2/2017) kemarin, Gubernur Ganjar menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017 terkait izin lingkungan untuk PT Semen Indonesia. Lalu bagaimana proses penyempuraan dokumen adendum Amdal dan RKL-RPL yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia?
Corporate Secretary PT Semen Indonesia Agung Wiharto menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang harus disempurnakan oleh pihaknya untuk memenuhi syarat. Pertama terkait sosialisasi kepada masyarakat sekitar pabrik, kedua soal daerah resapan air (acquifier), dan terakhir tentang kebutuhan masyarakat sekitar pabrik.
“Menyempurnakan acquifer atau daerah resapan air agar sistem mata air di sana terlindungi. Menyempurnakan untuk mayarakat, apa yang dibutuhkan masyrakat yakni air sudah kita lakukan. Kita bangun MCK, siapkan embung, dan lain-lain,” ujar Agung dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (28/2/2017).
“Hakim tidak melihat dengan benar tata-cara melindungi acquifer atau daerah resapan air. Padahal kami sudah mengirimkan dokumen yang dibuat Pak Budi Sulistijo (penyusun Amdal PT SI yang merupakan spesialis eksplorasi, lingkungan dan hidrogeologi ITB) soal sumber mata air, dan lain-lain tadi. Tapi tidak dilihat sama hakim MA. Tapi kita sempurnakan dengan beberapa tambahan dari Pak Budi,” lanjutnya.
Terkait kurangnya sosialisasi pada masyarakat, menurut Agung, majelis hakim berdasarkan bukti dengan daftar 2.501 masyarakat yang menolak. Padahal menurut Agung 2.501 dalam daftar tersebut tercantum nama-nama yang tidak masuk akal.
“Di dalamnya ada tercantum copet terminal atau power rangers. Itu kan ngaca. Padahal dulu di PTUN Semarang, dokumen itu disingkirkan oleh hakim karena menganggap dokumen itu main-main. Tapi di MA justru dijadikan bukti nomor satu. Ketika bertemu Walhi, saya tanya, kan dulu dokumen itu sudah ditolak di PTUN Semarang, kok malah dimasukkan sebagai bukti nomor satu di MA?” tanya Agung.
Agung menilai banyak kepentingan yang bermain dalam persoalan ini. Mulai dari kompetisi, politik, kepentingan uang hingga kepentingan para ‘pahlwan’ lingkungan.
“Kalau kepentingan ingin menjadi ‘pahlawan’ lingkungan, tentunya lebih mudah disadarkan. Tapi kalau kepentingannya politik dan uang, pasti susah. Apalagi kalau kepentingannya ternyata mewakili pihak kompetitor,” ungkapnya.
Agung juga memaparkan di wilayah tersebut ada 17 aktivitas penambangan yang sudah lama mendapat izin Bupati Rembang. Jika Semen Indonesia dilarang menambang di wilayah tersebut, maka seharusnya perusahan lainnya juga dilarang.
“Mereka itu perusahaan-peruahaan besar kok. Mereka punya izin galian C. Nah itu kan penambangannya melibatkan ribuan masyarakat. Nah, kalau kami nanti dilarang, kan tidak mungkin kalau mereka tidak dilarang. Kan CAT nya satu paket,” terangnya.
“Penambangan swasta jumlahnya sampai 17 buah. Tapi pada ke mana orang-orang itu? Kok mereka tidak didemo? Tapi begitu kami yang masuk, kok jadi ribut. Tampaknya sekarang ini kalau membela lingkungan kesannya hebat. Lha padahal kami sendiri juga tidak ingin lingkungan rusak. Kami justru berkomitmen agar lingkungan tetap bagus,” tegasnya.





Aksi cor kaki tetap berjalan sampai Gubernur Jateng cabut SK
Hasil pertemuan dan perbincangan antara Teten dengan warga Kendeng, pemerintah menghentikan sementara operasional dan proses produksi sambil menunggu hasil KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). Pemerintah juga akan membicarakan dengan institusi kepolisian terkait warga yang ditahan.
Namun masih ada yang mengecewakan warga. Teten tidak memberikan tanggapan apapun terkait Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah yang memberikan izin lingkungan melalui Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017. Keputusan Gubernur ditandatangani Kamis (23/2) malam. Karena itu, aksi penolakan akan terus dilakukan sampai Presiden meminta Gubernur Jawa Tengah mencabut SK-nya.
"KSP (Kepala Staf Presiden) tidak memberikan tanggapan apa pun yang berkaitan dengan SK Gubernur Jawa Tengah," kata Haris di kantor LBH, Jakarta, Selasa (21/3).
Dalam pertemuan itu, warga juga mengadukan sikap perusahaan semen yang sempat ngotot beroperasi dan tidak mengindahkan perintah Presiden Joko Widodo agar semua pihak menunggu hasil kajian lingkungan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
"Saat presiden bilang tunggu, kenapa perusahaan semen Indonesia tidak menaati presiden? Perusahaan semen itu BUMN, kenapa tidak menaati presiden?," tegas Haris.
Warga juga mengadukan perilaku polisi menangkap warga yang melakukan aksi penolakan. Di sisi lain, lanjut Haris, polisi cenderung diam saat perusahaan melanggar kesepakatan. Namun dia tidak menyebutkan perwakilan perusahaan yang dinilai mengingkari kesepakatan.
"Ada warga yang ditangkap polisi, tetapi, ketika ada bagian dari perusahaan yang melakukan pelanggaran, polisi tidak berbuat apa-apa," katanya.
"Jadi, warga yang menolak pabrik semen bukan warga yang duduk di rumah dan bilang 'Tolak!'. Warga ini bergerak. Mereka (warga) tidak hanya punya dedikasi, mereka juga aktif berkomunikasi," jelas Haris.
Sebelumnya, Kepala Staf Presiden Teten Masduki menjelaskan petani yang melakukan aksi pernah ditemui oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Kala itu, persoalan menjadi cair usai Presiden memberikan solusi dengan menunggu hasil KLHS yang akan keluar pada April 2017. Namun, petani kembali mengulangi aksi mereka dua hari berturut-turut sejak Senin (13/3) kemarin. Aksi dilakukan sebagai bentuk respons atas kebijakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluarkan izin baru.
"Nah mereka ini kemudian memprotes kembali karena Gubernur (Ganjar Pranowo) mengeluarkan izin baru. Nah memang Gubernur mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin," kata Teten kemarin.
Teten mengatakan solusi awal yang diberikan pemerintah merupakan jalan terbaik buat semua pihak. Sebab, pabrik semen tersebut pun telah berdiri di sekitar Pegunungan Kendeng dengan investasi sekitar Rp 5 triliun. Permasalahan, terjadi saat area tambang yang berjarak sekitar 10 Km dari pabrik diprotes oleh warga karena dianggap daerah sumber air.
"Nah memang Pemerintah Pusat tidak bisa mencegah karena Gubernur punya kewenangan untuk mengeluarkan izin itu. Tapi nanti saya kira penyelesaian dari semua ini memang harus tunduk pada hasil KLHS," kata Teten yang diminta Presiden Jokowi untuk menangani hal ini.



Patmi, Petani Kendeng Peserta Aksi Semen Kaki Meninggal Dunia
Kabar duka datang dari rombongan petani Kendeng yang melakukan aksi penolakan terhadap pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah. Patmi (48), salah satu peserta aksi meninggal dunia beberapa lama setelah melakukan aksi semen kaki.
Pada Senin (20/3) kemarin, sejumlah perwakilan Petani Kendeng bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki. Usai pertemuan, disepakati ada petani yang tetap melanjutkan aksi semen kaki, ada pula yang pulang ke Jawa Tengah.
Berdasarkan siaran pers dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Patmi merupakan salah satu petani yang memilih untuk pulang kampung. Cor semen yang membungkus kakinya pun dilepas.
"Bu Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh Dokter. Kurang lebih pukul 02.30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setelah mandi, bu Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangannya, Selasa (21/3/2017).

Dokter yang mendampingi dan bertugas di LBH segera membawa Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa bu Patmi meninggal dunia.
"Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa bu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung. Innalillahi wa inna lillahi roji'un," ujar Isnur.
"Kami segenap warga-negara Republik Indonesia yang ikut menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng berduka atas kematian bu Patmi dalam aksi protes penolakan di seberang Istana Presiden ini," sambung Isnur.

Bupati Rembang: Warga Asli Penolak Semen Kendeng Hanya Segelintir
Bupati Rembang Abdul Hafidz menyebut bahwa masyarakat Rembang yang menolak aktivitas pertambangan karst PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, sebenarnya berjumlah sedikit.
"Yang kontra hanya sedikit. Yang bermain ini kebanyakan dari luar Rembang," ujar Abdul di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Meski demikian, Abdul enggan menyebutkan siapa kelompok masyarakat di luar Rembang yang turut meramaikan penolakan aktivitas tambang PT Semen Indonesia tersebut.
"Enggak tahulah siapa. Umumnya pokoknya bukan orang Rembang. Orang Rembang itu hanya beberapa gelintir saja," ujar dia.
Abdul mengatakan, faktanya banyak masyarakat sekitar pertambangan yang mendapatkan manfaat dari aktivitas PT Semen Indonesia.
Salah satunya adalah mendapatkan pekerjaan dari proses pengolahan karst menjadi semen. Namun, manfaat positif ini tetap tidak membuat masyarakat yang kontra untuk mengubah pandangannya. Bagi mereka yang menolak, aktivitas tambang karst tetap negatif.
"Bagi yang kontra pasti tidak merasakan manfaat. Kalau yang pro ya pasti merasakan manfaat. Jadi ini hanya persoalan ego saja," ujar Abdul.
Diketahui, aktivitas penambangan karst di Watuputih, Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, mendapat penolakan dari warga sekitar. Mereka menyebut, penambangan di pegunungan itu merusak sumber air bagi warga.
Para petani dan aktivis lingkungan hidup menggelar aksi protes di depan Istana Presiden dengan membelenggu kedua kaki menggunakan adukan semen.
Belakangan, pemerintah pun sepakat menghentikan pengoperasian aktivitas penambangan di sana sambil menunggu hasil KLHS. Hasil KLHS sendiri sebenarnya sudah rampung. Namun, hasilnya mesti dikaji terlebih dahulu.
"Iya KLHS-nya sudah keluar. Tapi belum bisa kami sampaikan," ujar Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, setelah hasil KLHS rampung, mesti diuji terlebih dahulu oleh para pakar.
"Sekarang (hasil KLHS) sedang diuji oleh tim quality control atau ahli di bawah Menteri lingkungan hidup dan Kehutanan. Ini dalam proses," ujar Teten.






D.    Kesimpulan
Pro dan kontra pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang, Jawa Tengah masih berlanjut. Semua pihak menunggu hasil resmi kajian Kajian lingkungan hidup Strategis (KLHS).
Bagi pihak yang setuju pada operasional pabrik semen ini, pelarangan pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang justru akan menghambat pasokan kebutuhan semen nasional.
Mereka khawatir jika pasokan semen dalam negeri kurang, maka pemerintah akan mengambil langkah impor untuk memenuhi kebutuhan semen nasional.
Salah satu hal yang diperkarakan dalam pembangunan pabrik Semen Indonesia ini adalah masalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pabrik Semen Indonesia ini dinilai berada di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT). Dengan demikian, keberadaannya dianggap dapat merusak sumber air lingkungan sekitar wilayah tersebut.
Benarkah begitu? Budi Sulistijo, pengamat AMDAL, membantah opini tersebut. Menurut dia, penambangan di daerah CAT tetap boleh dilakukan secara hati-hati jika memang terbukti memiliki sumber air. Sebaliknya, pelarangan pembangunan di wilayah CAT justru akan mematikan industri mineral nasional.